Notification

×

Iklan Tampilan Dekstop

Iklan Tampilan HP

Ramin Bantang Tercoreng! Kepala Benua Pelayo Murka: 'Tarian Pornoaksi Hingga Dugaan Perkosaan' di Jantung Budaya Bengkayang

Kamis, 06 November 2025 | November 06, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-11-06T14:37:12Z

 

Iyul, Kepala Benua Pelayo Saat di Wawancarai 


π—•π—˜π—‘π—šπ—žπ—”π—¬π—”π—‘π—š, π—―π—Όπ—Ώπ—±π—²π—Ώπ˜π˜ƒ.𝗼𝗻𝗹𝗢𝗻𝗲 — Kepala Benua Pelayo, Iyul, menyampaikan pernyataan sikap keras atas penyelenggaraan hiburan malam (band) di kawasan Pusat Budaya Ramin Bantang, Rangkang, Kelurahan Sebalo, Kecamatan Bengkayang, Kabupaten Bengkayang. Kegiatan ini sebelumnya sempat viral di media sosial dan kini menjadi kontroversi setelah Iyul menyoroti dampak negatifnya terhadap masyarakat Kabupaten Bengkayang. Pernyataan ini disampaikan di hadapan awak media pada Kamis, 6 November 2025.


Sebagai respons atas keluhan yang meluas di kalangan warga Bengkayang. Sebagai Penyebab Kontroversi dan Keluhan Masyarakat Menurut Iyul, kegiatan hiburan band di Ramin Bantang telah menimbulkan banyak masalah dan sangat mengganggu masyarakat, terutama tarian dengan gerakan pornoaksi, dugaan perkosaan hingga durasi pelaksanaannya yang melebihi batas waktu yang wajar.


"Berita-berita viral di media sosial terkait adanya kegiatan hiburan band yang ada di Ramin Bantang... di situ menimbulkan banyak sekali permasalahan-permasalahan, sehingga berpengaruh berdampak bagi anak-anak sekolah, ya, di bawah umur yang merasa terganggu," ujar Iyul.


Iyul menegaskan bahwa hiburan tersebut berlangsung hingga dini hari (jam pagi), jauh melampaui batas yang seharusnya.


"Dari jam 8 malam sampai jam 8 pagi. Sehingga masyarakat Rangkang ini banyak yang mengeluh, khusus di wilayah Rangkang, Kelurahan Sebalo, Kecamatan Bengkayang," tambahnya.


Pelaksanaan hingga larut malam dinilai memicu masalah sosial lainnya. "Di atas jam 12 itu, mereka, anak-anak muda ini banyak yang mabuk, sehingga terjadi hal-hal yang mungkin tidak diinginkan, kecelakaan atau apa di perjalanan," paparnya.


Dalam pernyataan sikapnya, Iyul, selaku Kepala Benua Pelayo mendesak agar penyelenggara hiburan malam di Pusat Budaya Ramin Bantang segera mematuhi aturan dan norma yang berlaku.


Kepala Benua Pelayo, Iyul juga berharap Penyelenggara dapat mematuhi batasan waktu yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah, kepala desa, atau lurah. 


"Taatilah. Misalnya sampai jam 12 malam, ya sampai jam 12 lah harus berhenti. Jangan sampai pagi, kasihan sekali masyarakat," tegasnya.


Perhatian terhadap Pendidikan dan Norma, Kegiatan juga harus mempertimbangkan dampaknya pada anak-anak sekolah dan menghormati adat istiadat serta norma setempat. Iyul menekankan bahwa Pusat Budaya Ramin Bantang seharusnya menjadi tempat yang menghormati norma dan memberikan contoh yang baik, bukan sebaliknya. Pihak penyelenggara diimbau untuk tidak mengorbankan ketenangan dan keamanan masyarakat demi hiburan semata, terutama mengingat dampaknya pada generasi muda.


Setelah Kepala Benua Pelayo Iyul menyampaikan kecaman keras, kini giliran seorang tokoh pemuda dari Kelurahan Bumi Emas angkat bicara. Tokoh tersebut menyuarakan keprihatinan mendalam sekaligus mempertanyakan sikap diam organisasi kemasyarakatan (Ormas), organisasi kepemudaan (OKP), serta tokoh masyarakat dan agama di Kabupaten Bengkayang.


Pernyataan ini muncul sebagai tanggapan atas keluhan masyarakat dan pernyataan sikap yang disampaikan Iyul sebelumnya mengenai dampak negatif hiburan malam di lokasi yang bersebelahan langsung dengan Rumah Adat Dayak (Ramin Bantang) tersebut.


Tokoh dari Kelurahan Bumi Emas tersebut secara terbuka menyatakan keheranan dan kekecewaannya terhadap kurangnya respons dari pihak-pihak yang seharusnya memiliki peran krusial dalam menjaga moral dan budaya di Bengkayang.


"Kemana ni para organisasi, para tokoh masyarakat, tokoh agama, dan sebagainya? Kenapa hanya tinggal diam melihat hal yang terjadi di jantung kebudayaan Kabupaten Bengkayang?" tanyanya dengan nada penuh keprihatinan.


Ia mendesak agar seluruh elemen organisasi dan tokoh di Bengkayang dapat ikut andil menyikapi persoalan yang dianggapnya sangat krusial ini, dan tidak membiarkan masalah ini hanya menjadi tanggung jawab Kepala Benua Pelayo atau masyarakat Rangkang semata.


Lebih lanjut, tokoh tersebut mengungkapkan rasa perihatin, jengkel, dan sangat kecewa melihat kejadian yang terjadi. Ia menegaskan bahwa dampak dari hiburan malam yang melanggar norma di kawasan Ramin Bantang memiliki konsekuensi ganda yang merugikan. Kegiatan hingga pagi hari dan masalah sosial, seperti kemabukan dan potensi ausila yang ditimbulkan dinilai merusak moral dan masa depan anak-anak Bengkayang.


Lokasi kejadian yang tepat berdampingan dengan Rumah Adat atau Ramin Bantang Bengkayang dianggap telah mencoreng citra kebudayaan Dayak. "Hal ini selain merusak masa depan anak Bengkayang juga merusak citra kebudayaan Dayak di Kabupaten Bengkayang," ungkapnya


Pernyataan ini semakin menggarisbawahi urgensi bagi Pemerintah Daerah dan seluruh pemangku kepentingan untuk segera mengambil tindakan tegas. Pusat Budaya Ramin Bantang, yang seharusnya menjadi simbol kebanggaan, pelestarian budaya, dan pendidikan adat istiadat, kini justru dihadapkan pada ancaman degradasi moral dan sosial di kawasan sekitarnya.




Rep. Latip Ibrahim 

TUTUP IKLAN
TUTUP IKLAN
×
Berita Terbaru Update