![]() |
Suasana Perkebunan Kelapa Sawit |
πππ‘ππππ¬ππ‘π,
π―πΌπΏπ±π²πΏππ.πΌπ»πΉπΆπ»π²
– Ketua Pemulihan Ekosistem Tanah Adat Dayak (PETA-DAYAK), Suryadman Gidot,
menegaskan pentingnya transparansi dan partisipasi masyarakat dalam proses
peralihan manajemen perusahaan perkebunan yang beroperasi di Kabupaten
Bengkayang dan Kabupaten Sambas. Ia menyampaikan kekhawatiran dan pertanyaan
masyarakat terkait kehadiran PT. Agrinas Palma Nusantara yang mengambil alih
manajemen dari Duta Palma Group, serta dampaknya terhadap lingkungan dan
hak-hak adat masyarakat setempat. 19 Mei 2025
Dalam sebuah pertemuan tertutup yang dihadiri sejumlah tokoh
adat dan perwakilan masyarakat, Gidot menyampaikan bahwa kehadiran PT. Agrinas
Palma Nusantara diharapkan membawa manfaat besar bagi masyarakat, khususnya di
wilayah perkebunan Duta Palma Group yang meliputi Kabupaten Bengkayang dan
Kabupaten Sambas. Namun, ia menegaskan bahwa berbagai pertanyaan dan
kekhawatiran masih menggelayuti masyarakat, terutama terkait izin-izin
perkebunan yang diberikan kepada 11 perusahaan dalam Grup Duta Palma, diantaranya
adalah sebagai berikut.
1. PT. Ledo Lestari
2. PT. Bukit Jagoi Indah
3. PT. Aset Pacific Internasional
4. PT. Wirata Daya Guna Persada
5. PT. Ceria Prima
6. PT. Lestari Alam Raya
7. PT. Mitra Wawasan
8. PT. Darmex Plantation
9. PT. Bengkayang Subur
10. PT. Dumai Inti Utama
11. PT. Mitra Daya Prima
Selain itu, di Kabupaten Sambas, keberadaan perusahaan ini
belum terlalu berkembang. Ketua PETA-DAYAK, Suryadman Gidot, menyampaikan bahwa
selama ini masyarakat dari Kabupaten Bengkayang dan Kabupaten Sambas
bertanya-tanya tentang beralihnya manajemen dari Duta Palma Group kepada PT.
Agrinas Palma Nusantara. Beberapa pertanyaan yang sering diajukan adalah:
1. Apakah kehadiran PT. Agrinas Palma Nusantara akan membawa
manfaat, dan hanya sebatas baik, atau malah mendatangkan malapetaka?
2. Penyerahan manajemen Duta Palma Group, apakah termasuk
kebun yang memiliki Hak Guna Usaha (HGU) atau hanya Izin Usaha Perkebunan
(IUP), serta keberadaan pabrik CPO?
3. Apakah PT. Agrinas Palma Nusantara mampu menyelesaikan
masalah kemitraan 20% sesuai ketentuan Permentan, atau 30% sebagaimana diatur
Perda Bengkayang?
4. Apakah ada kesempatan bagi SDM lokal Bengkayang dan
Sambas untuk menduduki jabatan strategis seperti manajer dan komisaris?
5. Kemana CSR (Corporate Social Responsibility) akan
diarahkan dan untuk apa penggunaannya?
6. Bagaimana penyelesaian masalah Regulating and Releasing
Tanda Tangan Tanah (RGTT)?
7. Apakah warga yang tanahnya termasuk dalam RGTT akan
mendapatkan peta (koordinat titik tanah), terutama setelah berakhirnya masa
HGU, agar mereka bisa mengambil kembali tanah mereka?
“Banyak pertanyaan yang muncul dari masyarakat mengenai
apakah kehadiran PT. Agrinas Palma Nusantara ini akan membawa kebaikan atau
justru menjadi malapetaka. Apakah manajemen yang baru mampu menyelesaikan
masalah kemitraan 20% sesuai ketentuan Permentan, atau 30% sesuai Perda
Bengkayang? Dan yang paling penting adalah transparansi dalam pengelolaan izin,
CSR, serta penyelesaian masalah RGTT,” ujar Gidot.
Gidot juga meminta agar Pemda Bengkayang dan Sambas, Dewan
Adat Dayak, serta PT. Agrinas Palma Nusantara melakukan perencanaan
pengembangan dan pemberdayaan masyarakat adat secara terbuka dan inklusif. Ia
menambahkan bahwa jangan sampai organisasi adat dan masyarakat lokal diabaikan
dalam proses pengambilan keputusan, apalagi jika ada pihak luar yang dilibatkan
tanpa komunikasi yang jelas.
“Organisasi adat harus diajak diskusi, dan informasi tentang
masuknya orang-orang luar daerah ke dalam struktur manajemen harus dipastikan
transparan. Kami tidak ingin masyarakat menjadi penonton dalam perubahan besar
ini,” tegas Gidot.
Gidot juga menyoroti pentingnya pengelolaan tanah adat dan
hak atas tanah yang selama ini menjadi sumber kehidupan masyarakat. Ia
menekankan perlunya kejelasan peta koordinat tanah (titik RGTT) bagi warga yang
tanahnya berada di area RGTT, agar hak-hak mereka tetap terlindungi setelah
proses pengalihan izin dan pengelolaan.
Dalam kesempatan yang sama, Gidot mengingatkan bahwa
kehadiran perusahaan perkebunan harus sesuai dengan amanat UUD 1945 Pasal 33,
yang mengatur tentang pengelolaan sumber daya alam secara adil dan
berkelanjutan. Ia khawatir jika proses ini tidak dilakukan secara transparan
dan melibatkan masyarakat, maka tujuan pembangunan yang berkeadilan tidak akan
tercapai, dan malah akan menimbulkan masalah baru di kemudian hari.
Gidot menegaskan bahwa PETA-DAYAK akan terus memantau proses
peralihan manajemen ini dan mendesak agar semua pihak menjalankan proses
tersebut dengan penuh transparansi, keterlibatan masyarakat adat, dan menjaga
ekosistem serta tanah adat sebagai warisan budaya dan sumber kehidupan
masyarakat Dayak.
“Kami berharap agar Pemerintah Daerah dan PT. Agrinas Palma
Nusantara dapat bekerja sama secara jujur dan terbuka. Jangan sampai investasi
ini hanya menjadi beban dan masalah baru bagi masyarakat, padahal tujuan utama
adalah kemakmuran dan keberlanjutan lingkungan,” pungkas Gidot.
Berita ini menjadi pengingat pentingnya transparansi dan
keadilan dalam pengelolaan sumber daya alam, serta perlunya keterlibatan
masyarakat adat dalam setiap langkah pembangunan di daerah mereka.
Berdasarkan data terbaru dari sumber aktivitas lingkungan
yang terpercaya, kondisi pengelolaan lahan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten
Bengkayang menunjukkan perkembangan yang cukup signifikan. Total luas lahan
yang terinformasi mencapai 402,590 hektar, yang tersebar di berbagai perusahaan
perkebunan yang beroperasi di wilayah ini.
Dari total luas lahan tersebut, sebanyak 299,806 hektar
telah memperoleh izin lokasi (IL), sementara 253,621 hektar di antaranya
memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP). Sedangkan, Hak Guna Usaha (HGU) telah
diberikan kepada 69,544 hektar untuk 7 perusahaan.
Jumlah perusahaan yang tercatat aktif di Kabupaten
Bengkayang sebanyak 36 perusahaan, yang terdiri dari berbagai bidang usaha
perkebunan. Rinciannya adalah sebagai berikut:
- Perusahaan Sawit: 34 perusahaan
- Perusahaan Karet: 2 perusahaan
- Pabrik Kelapa Sawit (PKS): 1 perusahaan
- Perusahaan yang memiliki PKS: 8 perusahaan
Selain itu, total luas plasma perkebunan yang ada mencapai
21.334 hektar, yang menunjukkan adanya program kemitraan antara perusahaan dan
masyarakat adat atau petani lokal.
Dari total 36 perusahaan tersebut:
- 29 perusahaan telah mengantongi IUP dengan total luas
265,772 hektar
- 7 perusahaan telah memiliki HGU dengan total luas 69,544
hektar
- 36 perusahaan telah memperoleh izin lokasi dengan total
luas 299,806 hektar
Luasan terbesar berada di wilayah Bengkayang yang mencapai
sekitar 5.396,3 kilometer persegi atau setara dengan 539.630 hektar,
menunjukkan potensi besar pengembangan perkebunan di daerah ini.
Informasi ini menjadi gambaran penting untuk memahami
perkembangan industri perkebunan di Bengkayang, sekaligus menjadi dasar bagi
pengawasan dan pengelolaan yang berwawasan lingkungan dan keberlanjutan.
Pemerintah daerah dan masyarakat diharapkan terus memantau dan memastikan bahwa
aktivitas perkebunan berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku, serta
memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat lokal dan ekosistem sekitar.
Rep. Latip Ibrahim