×

Iklan Tampilan Dekstop

Iklan Tampilan HP

Peralihan Duta Palma ke Agrinas Palma: PETA-DAYAK Pertanyakan Manfaat dan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 23 Mei 2025 | Mei 23, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-05-23T04:35:57Z

 

Suasana Perkebunan Kelapa Sawit 


π—•π—˜π—‘π—šπ—žπ—”π—¬π—”π—‘π—š, π—―π—Όπ—Ώπ—±π—²π—Ώπ˜π˜ƒ.𝗼𝗻𝗹𝗢𝗻𝗲 – Ketua Pemulihan Ekosistem Tanah Adat Dayak (PETA-DAYAK), Suryadman Gidot, menegaskan pentingnya transparansi dan partisipasi masyarakat dalam proses peralihan manajemen perusahaan perkebunan yang beroperasi di Kabupaten Bengkayang dan Kabupaten Sambas. Ia menyampaikan kekhawatiran dan pertanyaan masyarakat terkait kehadiran PT. Agrinas Palma Nusantara yang mengambil alih manajemen dari Duta Palma Group, serta dampaknya terhadap lingkungan dan hak-hak adat masyarakat setempat. 19 Mei 2025

 

Dalam sebuah pertemuan tertutup yang dihadiri sejumlah tokoh adat dan perwakilan masyarakat, Gidot menyampaikan bahwa kehadiran PT. Agrinas Palma Nusantara diharapkan membawa manfaat besar bagi masyarakat, khususnya di wilayah perkebunan Duta Palma Group yang meliputi Kabupaten Bengkayang dan Kabupaten Sambas. Namun, ia menegaskan bahwa berbagai pertanyaan dan kekhawatiran masih menggelayuti masyarakat, terutama terkait izin-izin perkebunan yang diberikan kepada 11 perusahaan dalam Grup Duta Palma, diantaranya adalah sebagai berikut.

 

1. PT. Ledo Lestari 

2. PT. Bukit Jagoi Indah 

3. PT. Aset Pacific Internasional 

4. PT. Wirata Daya Guna Persada 

5. PT. Ceria Prima 

6. PT. Lestari Alam Raya 

7. PT. Mitra Wawasan 

8. PT. Darmex Plantation 

9. PT. Bengkayang Subur 

10. PT. Dumai Inti Utama 

11. PT. Mitra Daya Prima

 

Selain itu, di Kabupaten Sambas, keberadaan perusahaan ini belum terlalu berkembang. Ketua PETA-DAYAK, Suryadman Gidot, menyampaikan bahwa selama ini masyarakat dari Kabupaten Bengkayang dan Kabupaten Sambas bertanya-tanya tentang beralihnya manajemen dari Duta Palma Group kepada PT. Agrinas Palma Nusantara. Beberapa pertanyaan yang sering diajukan adalah:

 

1. Apakah kehadiran PT. Agrinas Palma Nusantara akan membawa manfaat, dan hanya sebatas baik, atau malah mendatangkan malapetaka? 

 

2. Penyerahan manajemen Duta Palma Group, apakah termasuk kebun yang memiliki Hak Guna Usaha (HGU) atau hanya Izin Usaha Perkebunan (IUP), serta keberadaan pabrik CPO? 

 

3. Apakah PT. Agrinas Palma Nusantara mampu menyelesaikan masalah kemitraan 20% sesuai ketentuan Permentan, atau 30% sebagaimana diatur Perda Bengkayang?

 

4. Apakah ada kesempatan bagi SDM lokal Bengkayang dan Sambas untuk menduduki jabatan strategis seperti manajer dan komisaris?

 

5. Kemana CSR (Corporate Social Responsibility) akan diarahkan dan untuk apa penggunaannya?

 

6. Bagaimana penyelesaian masalah Regulating and Releasing Tanda Tangan Tanah (RGTT)?

 

7. Apakah warga yang tanahnya termasuk dalam RGTT akan mendapatkan peta (koordinat titik tanah), terutama setelah berakhirnya masa HGU, agar mereka bisa mengambil kembali tanah mereka?

 

“Banyak pertanyaan yang muncul dari masyarakat mengenai apakah kehadiran PT. Agrinas Palma Nusantara ini akan membawa kebaikan atau justru menjadi malapetaka. Apakah manajemen yang baru mampu menyelesaikan masalah kemitraan 20% sesuai ketentuan Permentan, atau 30% sesuai Perda Bengkayang? Dan yang paling penting adalah transparansi dalam pengelolaan izin, CSR, serta penyelesaian masalah RGTT,” ujar Gidot.

 

Gidot juga meminta agar Pemda Bengkayang dan Sambas, Dewan Adat Dayak, serta PT. Agrinas Palma Nusantara melakukan perencanaan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat adat secara terbuka dan inklusif. Ia menambahkan bahwa jangan sampai organisasi adat dan masyarakat lokal diabaikan dalam proses pengambilan keputusan, apalagi jika ada pihak luar yang dilibatkan tanpa komunikasi yang jelas.

 

“Organisasi adat harus diajak diskusi, dan informasi tentang masuknya orang-orang luar daerah ke dalam struktur manajemen harus dipastikan transparan. Kami tidak ingin masyarakat menjadi penonton dalam perubahan besar ini,” tegas Gidot.

 

Gidot juga menyoroti pentingnya pengelolaan tanah adat dan hak atas tanah yang selama ini menjadi sumber kehidupan masyarakat. Ia menekankan perlunya kejelasan peta koordinat tanah (titik RGTT) bagi warga yang tanahnya berada di area RGTT, agar hak-hak mereka tetap terlindungi setelah proses pengalihan izin dan pengelolaan.

 

Dalam kesempatan yang sama, Gidot mengingatkan bahwa kehadiran perusahaan perkebunan harus sesuai dengan amanat UUD 1945 Pasal 33, yang mengatur tentang pengelolaan sumber daya alam secara adil dan berkelanjutan. Ia khawatir jika proses ini tidak dilakukan secara transparan dan melibatkan masyarakat, maka tujuan pembangunan yang berkeadilan tidak akan tercapai, dan malah akan menimbulkan masalah baru di kemudian hari.

 

Gidot menegaskan bahwa PETA-DAYAK akan terus memantau proses peralihan manajemen ini dan mendesak agar semua pihak menjalankan proses tersebut dengan penuh transparansi, keterlibatan masyarakat adat, dan menjaga ekosistem serta tanah adat sebagai warisan budaya dan sumber kehidupan masyarakat Dayak.

 

“Kami berharap agar Pemerintah Daerah dan PT. Agrinas Palma Nusantara dapat bekerja sama secara jujur dan terbuka. Jangan sampai investasi ini hanya menjadi beban dan masalah baru bagi masyarakat, padahal tujuan utama adalah kemakmuran dan keberlanjutan lingkungan,” pungkas Gidot.

 

Berita ini menjadi pengingat pentingnya transparansi dan keadilan dalam pengelolaan sumber daya alam, serta perlunya keterlibatan masyarakat adat dalam setiap langkah pembangunan di daerah mereka.

 

Berdasarkan data terbaru dari sumber aktivitas lingkungan yang terpercaya, kondisi pengelolaan lahan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Bengkayang menunjukkan perkembangan yang cukup signifikan. Total luas lahan yang terinformasi mencapai 402,590 hektar, yang tersebar di berbagai perusahaan perkebunan yang beroperasi di wilayah ini.

 

Dari total luas lahan tersebut, sebanyak 299,806 hektar telah memperoleh izin lokasi (IL), sementara 253,621 hektar di antaranya memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP). Sedangkan, Hak Guna Usaha (HGU) telah diberikan kepada 69,544 hektar untuk 7 perusahaan.

 

Jumlah perusahaan yang tercatat aktif di Kabupaten Bengkayang sebanyak 36 perusahaan, yang terdiri dari berbagai bidang usaha perkebunan. Rinciannya adalah sebagai berikut:

- Perusahaan Sawit: 34 perusahaan

- Perusahaan Karet: 2 perusahaan

- Pabrik Kelapa Sawit (PKS): 1 perusahaan

- Perusahaan yang memiliki PKS: 8 perusahaan

 

Selain itu, total luas plasma perkebunan yang ada mencapai 21.334 hektar, yang menunjukkan adanya program kemitraan antara perusahaan dan masyarakat adat atau petani lokal.

 

Dari total 36 perusahaan tersebut:

- 29 perusahaan telah mengantongi IUP dengan total luas 265,772 hektar

- 7 perusahaan telah memiliki HGU dengan total luas 69,544 hektar

- 36 perusahaan telah memperoleh izin lokasi dengan total luas 299,806 hektar

 

Luasan terbesar berada di wilayah Bengkayang yang mencapai sekitar 5.396,3 kilometer persegi atau setara dengan 539.630 hektar, menunjukkan potensi besar pengembangan perkebunan di daerah ini.

 

Informasi ini menjadi gambaran penting untuk memahami perkembangan industri perkebunan di Bengkayang, sekaligus menjadi dasar bagi pengawasan dan pengelolaan yang berwawasan lingkungan dan keberlanjutan. Pemerintah daerah dan masyarakat diharapkan terus memantau dan memastikan bahwa aktivitas perkebunan berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku, serta memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat lokal dan ekosistem sekitar.

 

Rep. Latip Ibrahim

TUTUP IKLAN
TUTUP IKLAN
×
Berita Terbaru Update