![]() |
| Tono, Ketua PH Wilayah AMAN Kalbar. |
π£π’π‘π§πππ‘ππ, π―πΌπΏπ±π²πΏππ.πΌπ»πΉπΆπ»π² — Tingginya curah hujan yang melanda Kalimantan Barat (Kalbar) selama beberapa hari terakhir telah memicu bencana banjir yang melumpuhkan aktivitas ekonomi dan menimbulkan kerugian materi besar. Namun, hasil pengamatan terkini menunjukkan bahwa bencana ini bukan semata-mata fenomena alam, melainkan diperburuk secara signifikan oleh kebijakan pemerintah yang dinilai buruk dan kontradiktif terhadap upaya pelestarian lingkungan.
Perkembangan terkini menunjukkan bahwa banjir tidak hanya dipicu oleh curah hujan yang tinggi, tetapi juga dipengaruhi oleh maraknya penerbitan izin oleh pemerintah terhadap industri ekstraktif yang melakukan pembukaan lahan dan penebangan hutan. Pemberian izin secara masif ini telah berkontribusi besar terhadap meningkatnya tingkat deforestasi di hampir seluruh wilayah Kalimantan Barat. Kondisi hutan yang semakin menipis akibat deforestasi ini memperparah kerawanan bencana banjir di Kalimantan Barat, Senin, 8 Desember 2025
Sebagaimana diketahui, Kalimantan Barat menempati posisi kedua tertinggi tingkat deforestasi di Indonesia, setelah Kalimantan Timur. Dalam konteks ini, peran komunitas masyarakat adat sebagai penjaga dan pelestari hutan secara kearifan lokal sangat penting. Fakta menunjukkan bahwa hutan yang dijaga dan dipertahankan secara adat oleh masyarakat adat menjadi benteng terakhir dalam upaya menjaga identitas Pulau Kalimantan sebagai paru-paru dunia.
Salah satu keberhasilan yang patut diapresiasi adalah upaya komunitas Masyarakat Adat Dayak Iban Sui Utik di Desa Jelai Lintang, Kecamatan Embaloh Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu. Keberhasilan mereka dalam menjaga hutan telah mendapatkan pengakuan dan penghargaan dari komunitas internasional.
Namun sayangnya, wilayah adat dan hutan yang dijaga secara turun-temurun oleh masyarakat adat sering kali menjadi sasaran eksploitasi oleh pemerintah melalui penerbitan izin yang membuka peluang bagi pihak ketiga untuk melakukan kegiatan eksploitasi sumber daya alam. Izin-izin ini diberikan untuk sektor perkebunan kelapa sawit, pertambangan, HTI, maupun program food estate, tanpa memperhatikan aspek keberlanjutan dan tata ruang yang berorientasi pada pelestarian lingkungan. Hal ini sangat kontradiktif dengan semangat internasional yang kini sedang berupaya menekan laju deforestasi demi menjaga keseimbangan ekologi.
Sebagai kelompok sosial yang memiliki peran penting dalam pelestarian hutan, masyarakat adat seharusnya mendapatkan pengakuan hukum penuh sesuai dengan mandat Pasal 18B Ayat (2) UUD 1945, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35 Tahun 2012, serta peraturan sektoral lainnya. Pengakuan ini akan memberikan kedaulatan kepada masyarakat adat dalam menjaga dan melindungi hutan mereka dari pengerusakan dan alih fungsi yang dilakukan oleh pihak luar maupun negara.
"Dengan adanya pengakuan secara hukum tersebut, keberadaan masyarakat adat akan semakin kuat, dan hutan-hutan yang mereka jaga bisa terlindungi serta dilestarikan. Hal ini juga akan berkontribusi dalam meminimalisir laju deforestasi," kata Tono, Ketua PH Wilayah AMAN Kalbar.
Namun, hingga saat ini, penetapan pengakuan masyarakat adat dan hutan adat di Kalimantan Barat masih sangat terbatas. Padahal, pengakuan hukum terhadap komunitas adat dan hutan adat merupakan benteng utama dalam upaya konservasi dan pelestarian hutan di wilayah ini.
Berdasarkan data terakhir, baru terdapat 53 Surat Keputusan (SK) pengakuan komunitas masyarakat adat dan 32 SK pengakuan hutan adat di Kalimantan Barat. Jumlah ini masih sangat minim dibandingkan kebutuhan nyata di lapangan.
Tono menambahkan, semakin banyak komunitas masyarakat adat dan hutan adat yang diakui secara hukum, maka semakin banyak pula hutan yang dapat terlindungi dan terselamatkan. Bagi masyarakat adat, hutan, terutama hutan adat, adalah wilayah yang sakral dan memiliki nilai spiritual serta keterikatan yang mendalam dengan leluhur mereka. Oleh karena itu, mereka akan berupaya menjaga hutan tersebut dengan sepenuh hati.
Sehingga, salah satu langkah penting yang harus diambil pemerintah adalah meningkatkan kebijakan dan kebijakan penetapan pengakuan terhadap masyarakat adat dan hutan adat. Upaya ini diharapkan dapat memastikan keberlanjutan dan kelestarian hutan di Kalimantan Barat untuk generasi mendatang.
Sumber. AMAN Kalbar


